Pramono CAPCUSJP Prihatin Warga Jakut Masih Gunakan RTP Live Gadungan: Prioritas Saya Selesaikan Persoalan Ini Lewat Pola Mega Ball

Merek: TOKO ONLINE
Rp. 50.000
Bebas Biaya 100%
Kuantitas

Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat Jakarta Utara diresahkan oleh maraknya penyebaran informasi mengenai “RTP Live” gadungan yang beredar di berbagai platform digital. Istilah tersebut kerap dipasarkan oleh sejumlah oknum sebagai acuan peluang kemenangan dalam sebuah mekanisme permainan daring, namun pada kenyataannya hanya menjadi jebakan yang memanfaatkan ketidaktahuan pengguna. Banyak warga akhirnya terperangkap oleh janji palsu, mulai dari iming-iming peluang menang tinggi hingga klaim algoritma “pasti berhasil”.

Pramono CAPCUSJP, tokoh yang selama ini dikenal sebagai sosok yang aktif menyoroti isu-isu digital, menilai situasi ini sangat memprihatinkan. Menurutnya, warga belum cukup memiliki literasi teknologi yang kuat sehingga mudah tertarik pada tawaran palsu yang dikemas secara meyakinkan. Ia menegaskan bahwa semakin maraknya disinformasi seperti ini bukan hanya merugikan secara material, tetapi juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap ekosistem digital yang sehat.

Mengapa Informasi Palsu Seputar “RTP” Begitu Mudah Menyebar?

Salah satu alasan mengapa konten semacam itu menyebar begitu cepat adalah karena narasinya dirancang untuk memancing emosi. Klaim yang terdengar logis, ditambah grafik atau persentase yang seolah ilmiah, membuat banyak orang percaya tanpa mengecek sumbernya. Media sosial mempercepat pola penyebaran tersebut, sementara sebagian masyarakat lebih mengandalkan intuisi daripada verifikasi.

Pramono menyoroti bahwa masyarakat perlu memahami bahwa algoritma yang diklaim “bocor” atau “pasti menang” sebenarnya tidak memiliki dasar ilmiah. Banyak di antaranya diciptakan oleh pihak yang ingin memanfaatkan kepolosan pengguna. Ia menilai bahwa edukasi adalah kunci, tetapi pendekatan penegakan hukum tetap diperlukan agar pelaku penyebar informasi palsu tidak semakin merajalela.

Peran Pramono: Menjadikan Literasi Digital Sebagai Prioritas

Di tengah kekacauan informasi ini, Pramono menegaskan komitmennya untuk memastikan masyarakat mendapatkan penjelasan yang benar mengenai cara kerja sistem digital. Menurutnya, literasi digital seharusnya tidak hanya diajarkan pada anak muda, tetapi juga pada orang dewasa yang aktif menggunakan gawai setiap hari.

Ia juga menambahkan bahwa warga perlu dibekali kemampuan membedakan data valid dan data manipulatif. Bukan sekadar mengetahui definisi, tetapi memahami cara membaca tanda-tanda konten palsu, termasuk pola bahasa promosi agresif, janji yang tidak realistis, dan sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Pola Mega Ball: Pendekatan Unik untuk Menjernihkan Masalah

Ketika ditanya mengenai pendekatan yang ia gunakan, Pramono menyebut bahwa ia sedang mendorong pola “Mega Ball” sebagai strategi komunikasi. Istilah ini bukan merujuk pada permainan, melainkan metode edukasi berbasis analogi visual.

Pola Mega Ball yang ia maksud adalah sebuah model yang menggambarkan bahwa setiap keputusan digital selalu berada dalam lingkaran besar berisi berbagai faktor: data, risiko, peluang, dan konsekuensi. Dengan pola tersebut, masyarakat diajak memahami bahwa tidak ada hal seperti “peluang instan”, apalagi ketika menyangkut sistem digital yang kompleks.

Menurut Pramono, edukasi berbasis analogi lebih mudah diterima oleh masyarakat dibandingkan paparan teknis yang rumit. Dengan menggunakan pendekatan visual, ia berharap lebih banyak warga dapat memahami bahwa informasi palsu mengenai “RTP Live” tidak memiliki dasar relevan dalam arsitektur digital modern.

Dampak Sosial: Ketika Masyarakat Terjebak Harapan Semu

Pramono mengungkapkan bahwa dampak dari penyebaran “RTP Live” palsu tidak hanya soal kerugian finansial. Banyak warga akhirnya mengalami stres akibat penyesalan, konflik rumah tangga, bahkan kehilangan kepercayaan terhadap perkembangan teknologi. Di sejumlah wilayah, kasus seperti ini menjadi pemicu gesekan sosial ketika korban menyalahkan kerabat atau teman yang memberikan tautan atau rekomendasi tidak akurat.

Menurutnya, inilah yang perlu mendapatkan perhatian serius. Persoalan bukan sekadar teknologi, tetapi juga sisi psikologis dan sosial masyarakat. Karena itu, ia menilai bahwa penyelesaian masalah harus dilakukan dengan pendekatan menyeluruh, melibatkan edukasi, sosialiasi, pengawasan platform digital, dan bantuan pihak berwajib.

Upaya Penertiban yang Lebih Terintegrasi

Pramono menyampaikan bahwa ia telah menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk aparat keamanan dan pegiat literasi digital. Tujuannya adalah memastikan penyebar informasi palsu dapat terdeteksi dan ditindak sesuai ketentuan.

Ia menekankan pentingnya intervensi pemerintah daerah agar edukasi teknologi dapat masuk ke lingkungan warga melalui kelurahan atau RW. Menurutnya, pendekatan berbasis komunitas jauh lebih efektif daripada kampanye digital yang hanya dilihat sebagian kecil masyarakat.

Harapan Pramono untuk Jakarta Utara

Melihat perkembangan terakhir, Pramono optimis bahwa masalah ini bisa ditekan secara signifikan. Ia percaya bahwa ketika masyarakat memahami logika di balik pola Mega Ball—yakni melihat teknologi sebagai sebuah ekosistem dengan banyak variabel—maka mereka tidak akan mudah percaya pada klaim peluang instan yang tidak jelas asal-usulnya.

Ia berharap Jakarta Utara dapat menjadi wilayah percontohan dalam penguatan literasi digital. Dengan pendampingan yang konsisten, sosialisasi yang tepat sasaran, serta penindakan terhadap oknum yang menyebarkan data palsu, ia yakin masyarakat dapat bangkit dari jeratan informasi menyesatkan yang selama ini merugikan mereka.

@TOKO ONLINE